Sebuah kata yang seketika beku saat hujan turun
Aku menjadi ragu pada langkah-langkahku
Pada hamparan pasir aku lelah dan kehausan
Sementara hujan sore itu membuatku menggigil begitu saja
Laju bus mengantar lamunku kembali menuju wajah tua kota itu
Kota yang sangat rinci aku deskripsikan dari seribu rasa manisnya
Namun serinci itu pula lah luka menyayat setiap kakiku menapakinya
Aku beranjak darinya, mencoba menghancurkan wajah manis dan siksanya
Dalam waktu yang tak pernah bisa kusangkal
Warna langit begitu kelam menahan air mata
Tubuh kaku Bunda menutup cerita indahnya
Luka dalam balutan kota itu menyiksa tanpa henti
Dalam gelap yang dingin kucoba lagi mencari manisnya
Tidak ada
Hilang
Di mana
Tanganku tak mampu menyentuhnya
Ke mana perginya manis cinta di sudut-sudut kota ini
Adakah dinding-dinding tua itu yang sembunyikan
Ataukah Tuhan masih ingin berbagi luka
Menyiksa hati tanpa henti dalam dendam akan takdirNya
Antologi Puisi Sandal Kumal
April 2012
Aku menjadi ragu pada langkah-langkahku
Pada hamparan pasir aku lelah dan kehausan
Sementara hujan sore itu membuatku menggigil begitu saja
Laju bus mengantar lamunku kembali menuju wajah tua kota itu
Kota yang sangat rinci aku deskripsikan dari seribu rasa manisnya
Namun serinci itu pula lah luka menyayat setiap kakiku menapakinya
Aku beranjak darinya, mencoba menghancurkan wajah manis dan siksanya
Dalam waktu yang tak pernah bisa kusangkal
Warna langit begitu kelam menahan air mata
Tubuh kaku Bunda menutup cerita indahnya
Luka dalam balutan kota itu menyiksa tanpa henti
Dalam gelap yang dingin kucoba lagi mencari manisnya
Tidak ada
Hilang
Di mana
Tanganku tak mampu menyentuhnya
Ke mana perginya manis cinta di sudut-sudut kota ini
Adakah dinding-dinding tua itu yang sembunyikan
Ataukah Tuhan masih ingin berbagi luka
Menyiksa hati tanpa henti dalam dendam akan takdirNya
Antologi Puisi Sandal Kumal
April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar