Rabu, 10 Desember 2014

Ambigu

Kota di sisi Jakarta
Ada sebuah cerita
Tentang rasa
Yang tak pernah tercipta sebelumnya
AMBIGU.
Semua mengalun kaku bak bongkahan batu
Namun, aku ragu mengakuinya
Itu rasa ataukah hanya sebuah kegilaan belaka
AMBIGU.
Benar-benar membuat sebuah hati ragu
Itu rasa ataukah hanya sebuah fatamorgana belaka
Benar-benar ini adalah AMBIGU
Yang membelenggu rindu
Pada sebuah warna biru

Bogor, 10 Desember 2014

Selasa, 09 Desember 2014

De Javu 2

 Usai mimpi tentang sebuah undangan pernikahan, tentang sebuah tempat di kawasan Sudirman, mimpi aneh yang lain adalah tentang seorang gadis kecil yang duduk di pangkuanku. Entah kapan aku memimpikan itu? Seingatku masih di pertengahan tahun 2013 saat aku masih menikmati sebuah kesendirian di sebuah apartemen di lantai tertinggi. Aku bertanya, anak Rasya kah? Atau siapa? Kenapa di dalam mimpi itu pun ada keluarga Rasya di tempat duduk yang berbeda denganku, sedikit lebih jauh dari posisiku.
Kali ini Oktober 2014, jauh setelah hari di mana aku bermimpi tentang seorang bocah perempuan di pangkuanku. Betapa ini menjadi sebuah keanehan tuk kesekiankalinya ketika aku mendengar sebuah kabar, bahwa istri Rasya baru saja melahirkan seorang anak perempuan. Melihat wajahnya dari sebuah foto yang dikirimkan lewat pesan singkat oleh adik Rasya. Mungkin dia anak peremuan itu, tapi dalam mimpiku dia berusia sekitar dua tahun.
•••
Sepanjang hari aku berpikir tentang itu semua. Bagaimana bisa hati yang sudah terpisah begitu lama masih bisa merasakan hal-hal yang saling berkaitan?
Hari ini, aku berjalan di kawasan Blok M, ada beberapa jalan yang kulewati dengan berjalan kaki pagi itu. Lagi-lagi aku teringat tentang sebuah harapan yang dulu sekali pernah kurajut setiap pagi saat hendak memulai hari menuju tempat kerja. "Andai, suatu hari nanti kau pindah ke sini. Pasti aku jauh lebih bersemangat menapaki hari-hariku di kota ini" kataku dalam hati yang nyaris seperti sebuah mantara yang setiap pagi ku ucapkan saat berjalan menuju halte di salah satu jalan di kawasan Blok M itu.
Saat ini, meski aku tahu ia di sini namun aku tak lagi berani berucap tentang harap dan doa yang sama seperti dulu. Waktu telah mengubah sebuah keadaan. Kemarahan telah membutakan sebuah hati, kemudian menyesali. Meski masih sesekali ia hadir dalam sebuah mimpi manakala hati ini terasa letih dan terlukai oleh ucapan dan sikap orang lain. Nyatanya tak ada cinta yang sama seperti sebuah anganku dahulu saat aku mengenalnya.

Jakarta Selatan, 6 Desember 2014

Bumi pun Lelah

Lihatlah pada satu titik Langit yang semula abu-abu perlahan membiru Pagi tak lagi menyuguhkan aroma asap knalpot Sisi-sisi jalan mulai...