Senin, 23 Desember 2013

Berhenti

Inikah rasanya kecewa
Inikah rasanya kehilangan
Inikah hidup yang tak lagi ada sari patinya?

Aku letih akan kecewa ini
Aku letih menjadi anomali
Aku ingin lepas seperti perempuan normal
Yang punya harapan
Punya mimpi untuk diri sendiri
Untuk orang-orang yang dicintai dan mencintainya
Bukan diperbudak oleh imajinasi
Yang terus memaksaku merasakan luka

Aku ingin kembali, seperti aku sedia kala
Aku ingin berhenti menjadi budak imajinasi
Aku ingin berhenti menulis,
Aku ingin berhenti mendokumentasikan luka
Aku ingin melakukan ini
Untuk kamu yang aku cintai
Aku ingin melakukan ini
Untuk aku yang ingin tetap kau cintai
Selamanya...

Home, 23 Desember 2013

Sabtu, 07 Desember 2013

De Javu

Cerpen untuk sebuah kenangan di dini hari, 25 Desember 2010

Ini adalah Desember, di penghujung Desember saat aku menanti Januari mengantarkan sebuah senyum di bibirku.
Masih teringat jelas mimpiku di Januari lalu. Saat lelap menenggelamkanku dalam tidur malamku, aku bertemu dengan seseorang yang kupanggil "Ibu". Seorang Ibu yang selalu erat memelukku, seperti pelukan bunda.
"Mau ke mana kau nak?" Tanya Ibu padaku saat aku berpamitan mencium punggung tangannya.
"Saya ingin ke Sudirman Bu." Jawabku lirih.
"Ngapain?" Tanya Ibu lagi.
"Saya akan menjemput putra Ibu di sana." Jelasku.
"Ya sudah, hati-hati di jalan yaa..." Ibu tersenyum dengan binar mata yang hangat.
Aku melihat sebuah tempat yang tidak asing. Trotoar Istora Senayan. Sebuah jalan dengan pepohonan yang rindang. Ya, jalan Sudirman Jakarta Selatan. Belum sempat aku bertemu dengannya, aku terbangun dari tidurku. Kuraih segelas air putih di meja tepat di sisi tempat tidurku.
Aku keluar dari kamar menuju balkon. Angin malam begitu semilir membelai kulit wajahku. Aku memandang jauh ke hamparan lampu-lampu Jakarta yang berakhir di Laut Jawa.
"Mungkin aku merindukanmu, kenangan yang kini aku tidak pernah tahu di mana keberadaanmu. Tidak mungkin kau ada di Jakarta. Namun, andai suatu saat kita dipertemukan oleh takdir di sini, apa yang harus aku katakan? Aku masih mengenang Januari 2007 lalu, ia masih terasa begitu dekat dengan ingatanku. Tapi enam tahun sudah itu berlalu, dan kisah ini tidak pernah ada ujungnya hingga hilang jejaknya seperti saat ini. Hmmhh... Semoga kau baik-baik saja di pulaumu, di timur Indonesia."

•••

Malamku telah berlalu, hari itu pun telah terlewati begitu biasa. Rutinitas kantor yang terkadang menjenuhkan, akan hilang jika aku mengakhirinya dengan memasak sebuah menu-menu sederhana dan tentunya semua menu yang beraroma sayur-mayur.
"Akhirnya kita libur satu minggu saat Imlek nanti" gumamku pada teman kerjaku.
"Iya, rencana mau ke mana mba?" Tanya Vina.
"Aku ingin sekali pulang kampung, aku rindu perjalanan" jawabku seraya memejamkan mata mengingat sebuah aktifitas yang sangat kusukai. Perjalanan! Ya. Perjalanan memang selalu mampu membuatku mendamaikan hati, mampu membuatku melakukan sebuah perenungan dari perjalanan hidup yang aku tahu itu semua tidak pernah mudah untuk kulalui. Tapi aku bersyukur pernah mengalami masa-masa yang luar biasa itu.

Sabtu, 9 Februari 2013

Aku memilih naik bus, selain hemat juga lantaran tiket kereta habis. Malam itu hujan mengguyur bumi. Aku masih di jalan. Ada sebuah SMS masuk.
(Malam mbak, apa kabar?)
[Baik de, kamu sendiri bagaimana kabarnya?]
(Aku baik mbak, lagi di mana nih mbak?)
[Ni mbak lagi di jalan de, Ibu sama bapak sehat kan de?]
(Iya mbak sehat semua, mau ke mana mbak, kok malam-malam masih di jalan?)
[Mba mau pulang kampung de.]
(Ooww, naik apa mbak. Hujan gak? Semarang hujan nih.)
[Iya de hujan deres banget, mba naik bus.]
(Sama siapa mbak?)
[Sendirian de... Oh ya mas Rasya apa kabar de, masih di Maluku kah? udah nikah belum?]
(Hati-hati ya mbak, kok sendirian. Udah mbak akhir tahun lalu)
"Jlegggkkk!!" Aku tercengang sejenak dan membaca lagi SMS itu.
[Iya de, biasanya juga sendirian. Sama orang mana de?] Segera aku memburu rasa penasaranku. Aku tidak rela jika akhirnya perempuan yang hadir dalam hancurnya hubunganku dengannya yang akhirnya dinikahinya. Meski aku tahu, hatiku masih tidak mengerti ini nyata atau hanya sebuah mimpi. Aku memperbaiki posisi dudukku, sesekali melihat ke arah jendela yang diguyur hujan seperti sedang menangis.
(Sama orang Bogor mbak, namanya mbak Reza) Aku sedikit lega.
"Tuhan, inikah arti mimpi itu? Atau ini makna dari mimpi Oktober lalu? Saat aku melihat namanya terpahat dalam sebuah batu hitam lebar itu? Lalu mimpi seseorang datang memberiku undangan pernikahan?" Aku semakin termangu dengan takdir yang tak pernah bisa kucapai dengan logikaku.
[Ooh, yaudah. Salam buat Ibu sama Bapak ya de, jangan lupa belajar, besok sekolah.]
(Iya mb nanti aku salamin. hahaha kan besok minggu mbak, gak sekolah jadi gak belajar dulu.)
[Oh yaudah kalo gitu, mba mau istirahat dulu ya de]
(Ok mbak, hati-hati di jalan ya mbak :D )
[Ok :) ] aku segera mengakhiri percakapan di SMS dengan adik angkatnya itu. Aku merasakan tubuhku lemas seketika, seolah aliran darahku berhenti. Tapi aku masih sadar, aku sedang tidak sendiri, aku sekarang berada di perjalanan, aku ingin teriak tapi itu tidak mungkin, sekelilingku terlalu banyak orang. Aku hanya bisa memandang ke luar jendela yang gelap, meski hujan sudah mulai reda pikiranku tidak pernah berhenti mengingatnya. Aku hanya bisa menikmati sakitnya menahan air mata, dengan suara musik di telingaku. Aku tidak tahu, ternyata cinta bisa secepat itu berlalu baginya. Aku hanya ingat, awal Juni 2012 lalu aku masih marah padanya saat ia ulang tahun. Kemarahan atas luka masa lalu yang belum juga bisa kuterima saat itu. Meski saat itu pun aku nyaris tidak bisa teriak menahan rasa sakit saat aku menghindari mengangkat telepon darinya.

•••

Aku sudah kembali ke Jakarta, setelah mengenang sebuah kota yang teramat sulit untuk dihapuskan dari ingatanku. Bahkan terkadang aku ingin merasakan menjadi seorang amnesia saja. Semua tentang dia tidak pernah bisa pergi dari ingatanku, tingkah jenakanya yang selalu bisa membuatku tersenyum saat aku marah. Hormat dua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah yang disatukan dan ditarik dari kening) masih sangat jelas tergambar dalam ingatanku. Tawanya yang lepas usai menjahiliku dan siulannya yang selalu mengalihkan mataku dari buku diary merah maroonku.
Aku memejamkan mataku menikmati hujan dari balkon apartemen. Hidup adalah tentang sebuah kata "IKHLAS." Kita bukan pencipta takdir. Namun, andai kesempatan kedua itu ada untuknya di awal Juni 2012 lalu, mungkin tidak akan ada seseorang yang akan menyesali rasa sakit karena melewatkan cinta yang begitu indah. "Huuuhhhhh...." Aku menghela nafas panjang. Setidaknya aku bahagia dia menikahi seseorang yang jauh lebih baik dariku dan tentunya bukan perempuan yang pernah hadir sebagai orang ketiga dalam hubunganku di masa yang lalu.

Mei 2013

Suatu hari, saat aku di kantor dan kerjaan sudah selesai, aku membuka BBM dan melihat fotonya dipasang di kontak BBM teman dekatnya Rendy, yang juga aku kenal.
Aku: "Dia gendutan ya sekarang?"
Aku memulai percakapan.
Rendy: "Iya mba, sekarang dia gendut. Mungkin terlalu sibuk jadi jarang olga."
Aku: "Oya, benarkah dia sudah menikah?"
Rendy: "Iya mba, kok tahu?"
Aku: "Iya, aku dikasih tahu Bagas 3 bulan lalu."
Rendy: "Iya mba, dia menikah November tahun lalu, tapi aku juga ga bisa datang waktu itu soalnya aku sedang latihan di Serpong."
Rendy: "Tapi istrinya biasa mba, cantikan mba kok."
Aku: "Oowh gitu yaa, ahh masak sih? Istrinya kerja di Maluku juga?"
Rendy: "Beneran mba, ni aku kirim fotonya. Istrinya di Instansi Pusat di Jakarta sini mba. Dulu temannya saat pendidikan."
Aku: "Hmmm, cantik juga kok. lha trus gimana ketemunya? Dia masih di Maluku kan?"
Rendy: "Iyalah mba, perempuan di mana-mana cantik. Tapi tetep lebih cantik mba pokoknya. Dia kan sekarang juga di Jakarta mba, di Instansi Pusat juga."
Aku kembali tidak percaya, kembali ingat mimpi Januari itu, saat aku bertemu dengan Ibunya. "Ahh tidak mungkin." Aku mencoba menyangkal. Bagaimana bisa seperti itu? Bukankah Instansi Pusat itu ada di kawasan Sudirman, seperti yang aku lihat dalam mimpi itu. Ohh God, aku ingin menyangkal ini semua.
Aku: "Sejak kapan dia di Jakarta?"
Rendy: "Hmmm... Kapan yaa? Kayaknya udah hampir 5 bulan deh mba di sini..."
"Astaga..." Gumamku. Aku benar-benar tidak percaya ini. Lima bulan lalu pula aku kembali ke Jakarta setelah menenangkan diri di Yogyakarta. Lalu mimpi itu? Kenapa semua berkaitan seperti ini? Dan masih ada mimpi-mimpi lain yang teramat aneh bagiku. Aku benar-benar tidak mengerti. De Javu kah aku?



Minggu, 01 Desember 2013

KENANGAN

Hari ini, kembali terbuka memori itu
Andai, kala itu aku memilih singgah daripada pergi
Mungkin tak pernah kutemui sesal
Memori ini membawaku
Bertamu ke sebuah masa
Di mana aku duduk di sebuah balkon
Di mana kau bersiul dari kejauhan
Di mana aku meraih coklat dari cangkirku
Dan kau tersenyum

Kini ke mana kisah itu
Sejak kau berlalu, aku beku
Tak ada lagi yang seindah itu
Tak bisa kutemukan tawa seperti kala itu
Kau telah jauh
Tak mungkin kembali
Menghapus air mataku dengan tawamu lagi

Kau kini adalah hidupnya
Yang kan selalu dibawa dalam setiap doanya
Untuk tetap singgah dalam hatinya
Dan tetap memeluknya saat ia menangis

Tidak kah aku terlalu lancang
Masih mengingat kau saat ini
Aku ingin pergi
Namun memori ini tak mau menghapus kau dan kenangan

Bogor, 1 Desember 2013

Kamis, 14 November 2013

ANOMALI SEL

Kuhembuskan nafasku. Mencoba melegakan hati. Meski kurasakan ngilu di ujung tulang rusukku. Inilah bahasa tubuh. Ada saraf-saraf yang saling bertautan antara perasaan, pikiran, saraf dan aliran darah. Kini aku mengerti alasan seorang dokter menghimbau pada pasiennya:
"Jangan banyak pikiran!"
Yaa, ternyata memang ketika pikiran kita sedang tidak beraturan, mampu mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh kita untuk melakukan sebuah pertikaian di dalamnya.

Kepada kamu;
Sel abnormal yang singgah di tubuhku
Bisakah kamu bersabar sebentar
Membiarkan hati dan logikaku bersiap diri
Menerima kehadiranmu meronta dalam aliran darahku
Aku tahu kau tidak sabar
Kau ingin segera menari
Menggerogoti organ tubuhku
Melemahkanku dan menjatuhkanku
Dalam kuasa sel abnormalmu

Kepada kamu;
Sel abnormal yang singgah di tubuhku
Beri aku waktu membersihkan diri
Dari dosa yang selalu kucumbui
Beri aku waktu melihat sebuah senyuman
Darinya yang telah membuatku ada

Kepada kamu;
Sel abnormal yang singgah di tubuhku
Ada kala kuingin kau mati
Namun saat rapuhku menjejali pikiranku
Kuingin kau datang membanjiriku lebih banyak dari hari ini

Bogor, 14 November 2013

Kamis, 07 November 2013

Diam

Ingin kembali duduk pada sebuah atap
Menatapmu dari kejauhan
Kau mungkin senyum yang pernah kulukis
Di sepanjang hariku tadi
Tapi kenapa malam ini kau tak ada
Aku diam mencari senyummu
Aku merahasiakan rindu pada sinarmu
Bukan aku tak mampu ikut tersenyum bersamamu
Namun aku takut bukan hanya aku yang merindukan senyummu itu

Sajak Bulan Sabit
Bogor, 07 November 2013

Kamis, 12 September 2013

Puteri Mahkota

Meredupkan mimpi di tengah ambisi
Menjelma menjadi Puteri Mahkota
Dalam kerajaan tanpa jiwa
Tertunduk meratapi hening tanpa tepi

Andai Sang Puteri bisa memilih mati
Ia ingin pergi menjauh dari belenggu duniawi
Letih telah menyelimuti hatinya
Menghilangkan gairah akan cita yang tertunda

Selasa, 30 Juli 2013

LEWAT MALAM

Inilah malamku
Dingin, sepi, sunyi tanpamu
Menyimpan rindu, sendu dan haru
Akan hadirmu di antara gelisahku
Pada perjumpaan yang aku pun tak tahu

Inilah malamku
Yang kembali menarikan tarian jiwaku yang sempurna
Lewat udara yang terasa penuh oleh bayangmu
Kau mengendus pelan
Mencuri sela di antara otakku yang terus bekerja

Bogor, 30 Juli 2013 23.39 WIB

Bukan Sebuah Kebetulan

Yang aku tahu kita bersama dalam cinta
Bukan karena sebuah kebetulan
Namun kita adalah bagian dari rencanaNya
Setiap pertemuan kita
Kini terlihat kembali dalam benakku
Perbedaan atau persamaan adalah kombinasi rasa kita
Malu, ragu, bahkan kekagumanmu
Yang tak pernah terbaca olehku
Kini membuatku tersadar
Kau begitu berarti di hatiku

Jakarta, 22 Maret 2013

Di TanganMU Kuserahkan Urusanku

Terima kasih untuk hening sejenak yang Engkau beri Tuhan.
Untuk waktu yang mampu membuatku semakin membaca hati lebih rinci.
Waktu yang mampu membuatku semakin percayakan segala urusanku KepadaMu Ya Tuhanku.
Terima kasih Tuhan,

Engkau ajariku untuk semakin percaya
Bahwa Engkaulah pemilik segala harap dan rencana indah bagiku.

Bogor, 22.48 WIB, 24 Juli 2013

SEMOGA

Bolehkah aku tak memiliki alasan?
Sebab untuk menyayangimu memang tak ada satu alasanpun yang kupunya.
Yang aku punya hanya sebuah keyakinan kepada Tuhan
Semoga engkaulah malaikat tak bersayap yang Tuhan kirim bagiku
Semoga engkaulah jiwa yang menggenapi jiwaku
Semoga engkaulah senja yang akan membawaku menjemput mentari di esok hari
Semoga engkaulah peristirahatan terakhirku dan ujung dari langkahku
Semoga engkaulah mata yang mampu menuntunku bertemu dengan Tuhan.

Dan semoga, engkau mengerti.

Rara Sarasva

Bogor, Rabu 24 Juli 2013, 23.09 WIB

Kerelaanku UntukMu Ya Tuhanku

Hening
Membiarkan hati membaca maunya sendiri.
Aku rela
Manakala hening mewujudkan rindu pada sejuknya embun pagi
Aku rela
Kalau hening menghamipiri dan memeluk seluruh tubuhku seerat-eratnya
Namun kerelaanku ini kuberikan
Manakala heningku adalah hening yang Tuhan mau
Rara Sarasva
Bogor, 23 Juli 2013

TENTANG PURNAMA

Malam ini, semua bicara tentang purnama.
Sedang aku benci dengan purnama.
Aku takut mengikuti gerak purnama
Aku takut pada apa-apa yang tampak sempurna
Aku hanya ingin mengikuti bulan sabit
Mengikuti lengkungan senyumnya
Walau tak sempurna namun ia utuh menyembunyikan sisa bentuknya
Tak perlu menyala terang
Sebab lengkungannya adalah cahaya yang merasuk jiwa
Bagi mereka yang rindu akan ketulusan.


Rara Sarasva
Bogor, 23 Juli 2013

SEBUAH MIMPI

Masih teringat jelas cerita tentang malam
Membawaku pada keramahan jiwa dan kasih itu
Pada air mata yang menetes ketika mereka menyerukan namaku
Menginginkanku ada di sisi mereka
Entah siapa anak-anak itu
Mengapa ia begitu ingin aku ada bersamanya
Menyanyikan syair jiwa
Bercerita tentang harapan
Tertawa bersama menjemput impian
Tempatnya yang lusuh itu
Mengingatkan pada suatu tempat yang mampu membuat jiwaku menari
Di balik tangis yang terus merajam jiwa kala itu
Tawa itu, mungkinkah damai yang kucari dalam perjalananku?
Mungkinkah tatapan mata itu adalah harap
Yang belum jua kuwujudkan dalam hitungan waktuku yang kian mengerucut ini?

Tuhan, bawa aku pada mereka
Mata yang penuh harap akan hadirku di sisinya

Bawa aku pada mimpiku yang jauh kutenggelamkan karena ambisi
Tuhan, Kau boleh jemput aku nanti
Jika mimpi itu telah tiba di pelukan hati


Bogor, 30 Juli 2013

Minggu, 24 Maret 2013

DIA SEPERTI RINDU



Sejak ia ada aku kembali membuka mata
Tingkahnya yang membuatku lelah
Terasa anugerah tiada tara
Tawanya yang manja
Cemberutnya yang mempesona
Seperti melihat tarian rindu yang mendalam
Hingga menjatuhkan butiran Kristal
Dari sudut mata

Ia hidup penuh tawa
Melepas luka seorang wanita
Yang berjuang seorang diri untuknya
Untuk memberikan kehidupan baginya

Betapa beruntungnya ia
Terlahir dari rahimmu yang bijaksana
Walau mungkin pernah kau keluhkan
Namun kau wanita yang rela malu
Sebab masyarakat kita mentabukan

Demi memberinya kehidupan dan menghidupinya
Kau berjuang sendiri dalam peluh cinta
Begitu merindunya aku pada wanita-wanita sepertimu
Mempertanggungjawabkan dosa yang pernah ada
Bukan menghancurkannya saat masih segumpal
Tetaplah berjuang untuk terus memberinya kehidupan
Sebab bagiku kau luar biasa
Mampu mencipta tawa di wajah mungilnya

Jakarta, 24 Maret 2013

Sabtu, 09 Maret 2013

MESIU

Larutkan aku dalam hening
Hening yang semakin dingin
Larut selarut-larutnya
Hingga tubuhku tak lagi sanggup
Menjadi sasaran ribuan mesiu
Yang makin bengis menghujam jantung


Rara Sarasva, 02 Oktober 2012

Sapa Bocah itu Penawar Rinduku



Dengannya kudengar cerita
Tentang rindu yang tak terbaca
Tentang rasa yang tak terhiraukan

Dia, bocah itu walau tak sedekat dulu
Namun ia masih begitu memperhatikan langkahku
Mungkinkah dia bertanya dalam ketidaktahuannya
Tentang kita, kenapa tak bisa bersama
Tentang rasa yang belum dipahaminya
Dan tentang kerinduan melihat kita bersama

Kalau kubiarkan ia bercerita tentang segala hal
Itulah pengobat rinduku padamu
Pada kenanganmu yang tak mampu lagi kusentuh
Sapa bocah itu adalah satu-satunya penawar rinduku
Padamu yang masih begitu dalam terjebak
Dalam rimba hatiku

Dari sebuah pesan yang selalu menyapa Rara Sarasva
Jakarta, 09 Maret 2013

Rabu, 06 Maret 2013

Sahabat Rahasia

Tak pernah kurasakan sendiri apalagi hampa
Karena ia selalu ada dalam jiwa
Ia lebih dari rasa
Ia lebih dari bayangan
Ia lebih dari pada raga
Ia lebih dari sebuah nyanyian
Karena ia bukan hanya seseorang yang pernah kucinta
Ia adalah Jiwa
Yang terus membawaku menari lewat pena
Ia adalah suara yang membisikkanku sejuta rasa
Walau ia pernah hilang dalam emosi jiwa
Namun ia tak pernah pergi meninggalkanku sendiri
Ia hanya sembunyi dari amarah yang perna ada
Ia kembali saat hening menyapa sanubari
Ia adalah jiwa di dalam jiwa
Yang tak pernah dikenal oleh siapa-siapa

Tentang sahabat rahasia Rara Sarasva
Jakarta, 06 Maret 2013

Cinta dan Batas Logika

Itu kah uniknya cinta
Satu kesatuan rasa yang di dalamnya ada:
        kasih, sayang, benci, amarah, dendam juga rindu
Walau kita telah dijatuhkannya begitu dalam
Bahkan ketika tubuh kita tersisa kerangka-kerangka remuk
Namun cinta masih tetap hidup
Mengudara dengan bebas
Dan menari semaunya
Cinta bukan sebuah kesalahan
Sebab kesalahan adalah kita
Yang salah meletakkannya
Bukankah cinta harus diletakkan di tangan Tuhan
Agar sinarnya menembus batas tak tercapai logika

Ya, Letakkanlah cintamu di tangan Tuhan
Biar sinarnya menembus batas tak tercapai logika
Sebab di tangannya Kuasa itu nyata.

Renungan Jendala Rara Sarasva
Jendela, 02 November 2012

Sejauh Senja

Mentari menghilang tergantikan senja
Aku letih menanti sendirian
Teriknya membakar raga hingga jiwa
Peluhku jatuh bercucuran bagai air mata
Senja masih begitu jauh kurasa
Sedang mentari kian membakar rasa
Memerahkan raga

Senja,
Sejauh mana kau ada
Aku lelah terbakar siang
Ingin segera kugapai malam
Lelap dalam buaian takdirNya

Rara Sarasva
Jakarta, 05 Maret 2013 19.30WIB

Andai Kau Senjaku

Jadilah kau kekasih itu
Yang sering kurindu saat hening bergelayut
Sebab kuingin selalu ada di sisimu
Menyeka keningmu dari peluh mimpi

Kusadari pernah kumeragu
Benarkah kau senjaku?
Yang bermimpi menikmati hari tua bersama
Dalam sunyi nuansa pedesaan
Dan sejuk aroma padi-padian

Aku rindu tajam matamu yang seketika melayu
Manakala jemari menyentuh tulang pipimu
Menikmati hadirku dalam hatimu

Aku rindu hangat dekapanmu
Gelitik renyah tawamu
Tapi rindu ini benar-benar hanya aku yang tahu

Tarian Pena Rara Sarasva
Jakarta, 06 Maret 2013

Rabu, 27 Februari 2013

Pernah Hilang



Pernah kumerindu kota itu
Lalu hilang,
Benar-benar hilang
Tenggelam dalam benaman luka
Namun kini kurasakan kembali
Rindu yang menggelitik sanubari
Ingin kusentuh kembali hangatnya kota itu
Dengan tawa, sendu dan cinta seperti dulu
Walau bukan dengannya
Namun denganmu kuingin kembali melukis warna
Di sudut-sudut cerita yang berbeda

By: Rara Sarasva
Jakarta, 27 Februari 2013

Jumat, 22 Februari 2013

Papua Menangis

Derai duka kian terbaca
Dalam nyawa-nyawa tak berdaya
Pengharum bangsa tak berdosa
Jatuh tertembak begitu saja

Papua, tanah yang begitu ingin kubaca
Menikam sejuta kengerian
Hanya doa yang bisa terucap
Damailah tanah timur Indonesiaku

*Persembahan untuk gugurnya 8 anggota TNI yang tertembak kemarin di Papua
Rara Sarasva
Jakarta, 22 Februari 2013



Kamis, 21 Februari 2013

Dunia Di Luar Kamar

Dingin menyapa ngilu ruas-ruas kalbu
Bayangmu timbul tenggelam
Bersama kerlip bintang di langit malamku
Aku tersenyum menyapa cerminku seorang diri
Menguatkan hati untuk tetap meyakini
Hadirku cukup nyata dalam sendirimu
Dan hadirmu kelak hanya satu yang kurindu
Menemani langkahku
Menikmati dunia di luar kamarku
Kekasih, sambut aku dalam putih hatimu
Biarkan aku simpan rindumu bersama mimpiku

Rara Sarasva
Jakarta, 21 Februari 2013

Senin, 18 Februari 2013

FOBIA


“Craazz!!!!”
Bagai petir yang sepintas
Meluluhlantahkan segala harap
Ada ketakukan yang kembali memburu
Menjilat rasa yang pernah ada


Ternyata mencintai sama menakutkannya dengan kehilangan
Aku takut mencintaimu
Bukan sebab iman kita berbeda
Bukan sebab ruang kita berlainan
Namun aku takut
Manakala kehilangan akan sama sakitnya
Seperti ketika aku kehilangan dia
Aku takut kembali menanti
Penantian lama yang kan berakhir luka


Aku takut menghindari rasa
Yang begitu dalam kurasa
Untukmu yang tanpa sengaja kucinta


Minggu, 17 Februari 2013

Aku dan Jantung

Ada ngilu yang melesat seketika
Kukatakan padanya:
_Tunggu jangan berhenti sekarang
_Tunggulah walau itu melelahkan
_Teruslah berdetak walau itu berat
_Teruslah beriku udara walau sehembus dua hembusan saja
Bukankah sebelumnya kau buang ia
Dari detakmu yang tersengal susah payah
Jadi jangan lagi kau cari ia di sana
Ia telah pergi dari rimbul sel di bilik-bilik jantungmu
_Jantungku teruslah kau berdetak normal
  Walau itu terlalu meletihkan

Rara Sarasva
Jakarta, 17 Februari 2013

INDIGO


Terlalu rumit tuk dijabarkan
Batas antara alam bawah sadar
Dengan imajinasi yang telah terlukiskan
Dalam kertas-kertas putihku

Jika hari ini kubaca realita
Walau sebelumnya tlah terbaca begitu saja
Namun, rasaku tak jua mampu menerima

Kini, direlungku ada ketakutan luar biasa
Takut imajinasi liar tak terkendali
Takut alam bawah sadar menggelinding
Semau takdir yang belum terjadi

TUHAN,
Hentikan jiwa ini!
Aku ingin berhenti membaca hari esok!
Aku hanya ingin takdirmu menjadi kejutan!
Bukan ketakutan yang memenjarakan!!!

Akar pena liar Rara Sarasva
Jakarta, 17 Februari 2013

Jumat, 15 Februari 2013

Senyum Bulan Sabitmu

Masihkah engkau ingat?
Ada tabung oksigen dalam dadamu
Ada deru yang terburu-buru keluar masuk
Bergantian dengan karbondioksida?
Atau detak jantungmu yang lebih cepat dari gerak jarum jam?
Tahukah engkau,
Kalau telingaku memiliki syaraf penghubung langsung
Dengan memori kecil di otak belakangku?
Andai engkau sadari itu,


Saat kuserahkan kepala dalam dekapan dadamu
Kudengar semua itu bagai nyanyian merdu yang selalu kurindu
Nyanyian rindu yang hanya kutemui di dirimu
Pemilik senyum seindah bulan sabit
Yang selalu temani sendiriku melewati malam sunyi
Juga pemilik mata secerah mentari pagi
Yang selalu kucuri saat pagi mempertemukan kita
Dalam mengawali langkag menggapai cita-cita





Untuk Dia, 02 November 2012

Bumi pun Lelah

Lihatlah pada satu titik Langit yang semula abu-abu perlahan membiru Pagi tak lagi menyuguhkan aroma asap knalpot Sisi-sisi jalan mulai...