Rabu, 27 Februari 2013

Pernah Hilang



Pernah kumerindu kota itu
Lalu hilang,
Benar-benar hilang
Tenggelam dalam benaman luka
Namun kini kurasakan kembali
Rindu yang menggelitik sanubari
Ingin kusentuh kembali hangatnya kota itu
Dengan tawa, sendu dan cinta seperti dulu
Walau bukan dengannya
Namun denganmu kuingin kembali melukis warna
Di sudut-sudut cerita yang berbeda

By: Rara Sarasva
Jakarta, 27 Februari 2013

Jumat, 22 Februari 2013

Papua Menangis

Derai duka kian terbaca
Dalam nyawa-nyawa tak berdaya
Pengharum bangsa tak berdosa
Jatuh tertembak begitu saja

Papua, tanah yang begitu ingin kubaca
Menikam sejuta kengerian
Hanya doa yang bisa terucap
Damailah tanah timur Indonesiaku

*Persembahan untuk gugurnya 8 anggota TNI yang tertembak kemarin di Papua
Rara Sarasva
Jakarta, 22 Februari 2013



Kamis, 21 Februari 2013

Dunia Di Luar Kamar

Dingin menyapa ngilu ruas-ruas kalbu
Bayangmu timbul tenggelam
Bersama kerlip bintang di langit malamku
Aku tersenyum menyapa cerminku seorang diri
Menguatkan hati untuk tetap meyakini
Hadirku cukup nyata dalam sendirimu
Dan hadirmu kelak hanya satu yang kurindu
Menemani langkahku
Menikmati dunia di luar kamarku
Kekasih, sambut aku dalam putih hatimu
Biarkan aku simpan rindumu bersama mimpiku

Rara Sarasva
Jakarta, 21 Februari 2013

Senin, 18 Februari 2013

FOBIA


“Craazz!!!!”
Bagai petir yang sepintas
Meluluhlantahkan segala harap
Ada ketakukan yang kembali memburu
Menjilat rasa yang pernah ada


Ternyata mencintai sama menakutkannya dengan kehilangan
Aku takut mencintaimu
Bukan sebab iman kita berbeda
Bukan sebab ruang kita berlainan
Namun aku takut
Manakala kehilangan akan sama sakitnya
Seperti ketika aku kehilangan dia
Aku takut kembali menanti
Penantian lama yang kan berakhir luka


Aku takut menghindari rasa
Yang begitu dalam kurasa
Untukmu yang tanpa sengaja kucinta


Minggu, 17 Februari 2013

Aku dan Jantung

Ada ngilu yang melesat seketika
Kukatakan padanya:
_Tunggu jangan berhenti sekarang
_Tunggulah walau itu melelahkan
_Teruslah berdetak walau itu berat
_Teruslah beriku udara walau sehembus dua hembusan saja
Bukankah sebelumnya kau buang ia
Dari detakmu yang tersengal susah payah
Jadi jangan lagi kau cari ia di sana
Ia telah pergi dari rimbul sel di bilik-bilik jantungmu
_Jantungku teruslah kau berdetak normal
  Walau itu terlalu meletihkan

Rara Sarasva
Jakarta, 17 Februari 2013

INDIGO


Terlalu rumit tuk dijabarkan
Batas antara alam bawah sadar
Dengan imajinasi yang telah terlukiskan
Dalam kertas-kertas putihku

Jika hari ini kubaca realita
Walau sebelumnya tlah terbaca begitu saja
Namun, rasaku tak jua mampu menerima

Kini, direlungku ada ketakutan luar biasa
Takut imajinasi liar tak terkendali
Takut alam bawah sadar menggelinding
Semau takdir yang belum terjadi

TUHAN,
Hentikan jiwa ini!
Aku ingin berhenti membaca hari esok!
Aku hanya ingin takdirmu menjadi kejutan!
Bukan ketakutan yang memenjarakan!!!

Akar pena liar Rara Sarasva
Jakarta, 17 Februari 2013

Jumat, 15 Februari 2013

Senyum Bulan Sabitmu

Masihkah engkau ingat?
Ada tabung oksigen dalam dadamu
Ada deru yang terburu-buru keluar masuk
Bergantian dengan karbondioksida?
Atau detak jantungmu yang lebih cepat dari gerak jarum jam?
Tahukah engkau,
Kalau telingaku memiliki syaraf penghubung langsung
Dengan memori kecil di otak belakangku?
Andai engkau sadari itu,


Saat kuserahkan kepala dalam dekapan dadamu
Kudengar semua itu bagai nyanyian merdu yang selalu kurindu
Nyanyian rindu yang hanya kutemui di dirimu
Pemilik senyum seindah bulan sabit
Yang selalu temani sendiriku melewati malam sunyi
Juga pemilik mata secerah mentari pagi
Yang selalu kucuri saat pagi mempertemukan kita
Dalam mengawali langkag menggapai cita-cita





Untuk Dia, 02 November 2012

Hati Yang Berkisah


Ternyata hati memang tak bisa dimengerti
Logika kerdil dan mati
Terlebih ketika kekasih yang telah pergi
Datang berulang kali lewat mimpi
Otak kecil sebagai perekam memori
Tiada mau berhenti membawa raga pergi
Menyusuri alam bawah sadar sendiri

Menikmati wajah kekasih walau telah melukai
Kekasih telah jauh meninggalkan hati
Mengapa kini datang kembali
Lewat mimpi-mimpi lelap saat dini hari
Kekasih yang begitu diingini hati
Di mana ia kini?
Kenapa masih saja kenangannya menyiksa hati
Kekasih hati
Andai nanti kau benar mati
Matikanlah pula kenanganmu dari hati ini
Sebab bayangmu terlalu menyiksa hati

Rara Sarasva, 08 Oktober 2012

Tutup Luka Setahun Lalu


Pagi baru telah tiba
Hmmm…
Kucium aroma embun hidupku
Setidaknya aku masih  menapak ke bumi
Ragaku masih teraba di tempatnya
Lalu apa rencanaku?

Ahh, biarkan sel-sel tubuhku yang menentukan arahnya sendiri

Jangan paksakan otak berangan sendiri
Biar rencanaNya yang tak kita ketahui
Menjadi kejutan-kejutan berarti
Bukan lantas menghindari diri

Rara Sarasva, 17 Oktober 2012
#Platinum Plaza Blok M Jakarta Selatan,
Masih kudengar lantang suara perempuan dengan kemeja tosca kala itu

KEMATIAN II


Tubuhku yang letih
Tak jua mampu membuat malam melelapkanku
Rasa takut akan kehilangan
Menyeruak kembali menggalaukan hati

Dia yang begitu kami cintai
Begitu diingini kekasih hatinya menemani
Di alam jauh tak terjangkau mata

Sedang kau, hadir dalam wajah pasi
Namamu terpahat rapi dengan tinta emas tebal
Dalam kilap batu nisan hitam lebar
Menimbulkan cemas akan nyata sebuah ucapan

Kehilangan, kematian, kenapa hadir begitu menakutkan?
Tidakkah diberi sedikit jeda untukku bernafas tanpa air mata?
Atau melukis tawa daripada menahan rasa sesak di dada?

Rara Sarasva, 21 Oktober 2012

Usaikan Malam


Malam hampir usai
Kita pun telah lelah menikmati indahnya kota
Sudahi saja kisah kita di sini
Tanggalkan rasa untuk lusa
Berbagi cinta dengan mereka
Menebar semangat untuk pemulihan jiwa raga
Dengan canda tawa atau sekedar senyuman

Rara Sarasva, 3 November 2012

Rabu, 13 Februari 2013

Kenanga Ibu


Tarian rindu Rara Sarasva

Hijau pucuk-pucuk Kenanga menggiurkan mata berlama-lama di sana
Itu kuncup-kuncup Kenanga Ibu
Kunanti sebentar lagi agar mewangi
Karena nanti kupetik sendiri untuk Ibu
Kutabur bersama kelopak-kelopak mawar

-Ibu, ini Kenanga Ibu
Yang Ibu tanam semasa sehat dulu
Beginilah kini hidup kenanga Ibu
Dipetik untuk mewangikan pusaramu
Perhatikanlah Kenanga Ibu
Ia tersenyum dan mewangi untukmu
Sebagai balas budi kepada Ibu
Yang tulus memberinya hidup hingga berbunga harum

Jepara, 14 September 2012


Bukit Keduaku


Tubuhku menari dalam hujan daun-daun beringin
Angin menerpa dengan semilir
Membuat ragaku lupa diri
Hari yang berangsur gelap
Mengusungku pergi dari rindang bukit Elizabeth
Tangisku jatuh membasahi bukit
Ternyata, kehilanganmu begitu menyiksa hati
Hanya di sini tempatku berlari
Menjauh dari jejakmu yang memenuhi hari dengan belati

Tarian Rara Sarasva di Bukit Elizabeth
Semarang, Desember 2009

Bahasa Hati


Karna kau adalah bahasa yang tak terbahasakan
Selain matamu yang selalu mengagumiku
Di saat aku begitu buruk di antara yang lain
Kau adalah kebersamaan
Yang tak mampu kujelaskan lewat kata
Sebab kau menyatu dalam aliran darahku
Dan sembunyi di bilik jantungku yang letih berdetak

Rara Sarasva
10 November 2012

Kematian


Rasa menjadi beku
Sebeku batu di tepian pantai itu
Tubuh menjadi kaku
Sekaku batang kayu di tengah sungai itu

Jika rasa begitu beku
Mampukah kita menikmati gelombang kehidupan?
Ketika raga begitu kaku
Mungkinkah kita saling merengkuh kehidupan?

Jika kehidupan tak lagi mampu kita sentuh dengan nikmat
Maka itulah kematian yang seutuhnya

Semarang, 26 Maret 2010

Rabu, 06 Februari 2013

Puisi Sandal Kumal

Leukemia, Berdamailah
By: Rara Sarasva

Berhentilah sejenak
Beri sedikit kesempatan untuk mengecup mawarku
Dia masih jauh di ujung timur sana
Berpeluh menahan aksi pemberontakan

Berhentilah melahap sel-sel darah merahku
Beri sedikit waktu untukku berbagi tawa dengan anak-anak Rambo
Menyanyikan puji-pujian untuk Tuhan
Di antara bisingnya teriakan kondektur terminal Rambutan

Berhentilah sebentar dalam angka normalmu per mikroliter
Bukan untuk beringkar pada dosa
Hanya seutas pesan yang hendak kusampaikan
Hanya berbagi kasih yang Tuhan titipkan

Berhentilah menyusup jauh ke dalam sum-sum tulang belakangku
Kita sedikit melakukan jeda untuk bekerja
Duduk dan diamlah, sebentar saja
Halau fonis lelaki berjas putih itu tentang hari esok yang mungkin tak ada

26 Agustus 2012

*Salah satu puisi dalam Buku Antologi Puisi Sandal Kumal. Dapat anda beli dengan sms ke 082326116922

Bumi pun Lelah

Lihatlah pada satu titik Langit yang semula abu-abu perlahan membiru Pagi tak lagi menyuguhkan aroma asap knalpot Sisi-sisi jalan mulai...